Rabu, 16 Mei 2012

Kerinduan Terbesar : Bukan Kerinduan Yang Selama Ini Kita Kira

ini dia sedikit curhat dari admin (dengan sepenuh hati) yang boleh boleh saja dibaca para Dreamers...

Aku sangat merindukan Bapa. Aku tahu ia juga merindukan aku dan aku butuh waktu sebentar untuk merenungkan bahwa kerinduan seorang ayah atau ibu itu jauh lebih besar dibandingkan kerinduan kita anak-anak terhadap mereka. Tak akan ada lagi kerinduan yang sebesar itu yang mungkin diberikan orang lain kepada kita, sepanjang umur kita nanti. Hanya orang tua. Mereka selalu memikirkan kita. Kapan pun, di mana pun. Di saat bangun tidur. Mereka berpikir, “ Apakah anakku sudah bangun juga? Apakah dia sudah berdoa pagi?” Di saat mereka sarapan, mereka berpikir lagi, “ Apakah anakku sudah sarapan? Sempatkah ia sarapan sebelum berangkat ke kampus? Apa yang ia makan? Apakah ia makan sayur?” Di saat sebelum tidur malamnya, ia berpikir lagi, “Sedang apakah anakku sekarang? Apakah ia sudah tidur? Sepertinya ia masih melek. Begitu banyakkah tugasnya dari kampus? Apa ia terlalu lelah? Apakah ia akan sehat-sehat saja?” dan seterusnya. Dan di saat ia melihat ada anak yang merokok, ia berpikir, “Apakah anakku juga merokok?” Di saat ia melihat ada anak yang bicara kotor, ia mengkhawatirkan juga anaknya : bagaimana dengan si kecilku? Di saat ia berangkat kerja di pagi hari, ia mengkhawatirkan keselamatan lalu lintas anaknya.
Dari sedikitnya yang kusebutkan di atas itu, pernakah orang tuamu mengatakannya padamu? Atau pernahkah kamu mendengar mereka mengumbar itu di hadapanmu? Aku yakin tidak.
Mereka katakan semua itu dalam doa. Sebuah doa abadi yang sunyi tanpa suara. Oh, sayang, sedangkan kita? Bagaimana sikap kita? Pernahkah kita begitu menghargai dan meresapi  bagaimana rasanya menjadi orang tua, memiliki anak. Ataukah justru yang ada di otak kita hanya bagaimana membuat anak.
Aku bicara seperti ini hanya sekedar berbagi apa yang baru-baru ini kurenungkan. Memang aku telat sadar, tapi aku senang bahwa setidaknya kesadaran itu masih mau singgah sebentar di hatiku sebelum orang tuaku benar-benar pergi. Aku juga sama seperti anak normal kebanyakan : ingin bebas dari idealisme orang tua yang kuanggap sebagai tali kekang, dengan semua mimpiku, terbang setinggi-tingginya terlepas ke dunia luas. Singkat kata aku tidak suci-suci amat. Tapi yakin, setiap manusia butuh waktu sejenak untuk berhenti dan berpikir. Kita di sini karena siapa? Kita sampai merasakan manis-pahitnya ini dan itu karena siapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar