Minggu, 20 Mei 2012

Desember Bagiku



Desember yang apa adanya
Belum ada yang berubah
Rambutku yang masih tak berguna
Bayi-bayi jerawatku yang baru lahir
Berat badan yang membuat mimpiku
mengenakan gaun di malam natal berakhir
Dan tak seorang pun kutaksir!

Tanggal 24 malam tiba
Saatnya berangkat ke gereja
Saat menerobos bopeng-bopeng dan polisi tidur
Sepeda motor yang kami sewa
Hampir ‘misa’ di bawah kolong jembatan
Gara-gara pengemudinya lumayan sinting
Dan itu adalah aku
Akhirnya...

Telat 15 menit!
Durasi yang menyesalkan
Kalau itu sebuah malam natal
Sudah telat, cari tempat paling frontal
Supaya terlihat!
Tak tik tuk tik tak tik tuk tik
Bukan suara kaki kuda
Tapi dua pasang high heels sepuluh senti
Berlomba beradu dengan lantai keramik
Menggema ke seluruh penjuru gereja karena demikian heningnya
Mengirim sinyal buruk kepada ratusan pasang mata


Mal Girl


Dari jauh sudah kelihatan mobilnya
Merah mengilap bikin silau polantas
Ketika mendekat ia memelan

Pintu mobil dibuka
Wedge sepuluh senti di ujung kaki yang jenjang
Adalah hal pertama yang muncul dari balik pintu mobil
Sambil menancapkan gagang kaca mata hitam ke balik telinga
Berjalan dengan langkah menyilang
Dagu terangkat, tatapan lurus ke depan meski semua menatap
Seolah ia satu-satunya di dunia
Dan kami yang lain tidak kasat mata

Dan mata para cowok ke sana ke mari
Naik turun dari kaki sampai wajah
Mengikuti ke mana perginya si Kaki Menyilang
Yang mondar-mandir dari sana ke sini
Anggap rumah sendiri

Ya, dialah gadis mal itu,
Selalu tahu caranya jadi pusat perhatian
Dan dia adalah pembeli yang baik : tak pernah tanya diskon

Empat jam kemudian dia baru keluar
Dengan tas di kiri dan kanan
Masuk kembali ke dalam cangkang merah menyalanya
Pergi menghilang entah ke mana
Menyisakan embusan angin di wajah yang masih terpana

Sabtu, 19 Mei 2012

Tanya Waktu


Tak ada yang bisa menjelaskan waktu
Tak ada yang tahu kenapa ada aku
kenapa ada kamu
tapi aku tahu kenapa aku dan kamu menjadi kita
walau tak ada yang sempat mengaku
ya, bisa jadi karena tak semua kata butuh suara
bahkan dalam diam ada kejujuran

Ke mana bayanganku dalam kedua matamu
dulu aku ada di sana
berwarna dan bercahaya

Ketika Marah


Ketika kau sedang marah
Semua yang kaulakukan
Hanya membuatnya semakin parah
Wajahmu yang merah
Bibirmu kaku, mata seperti panah
Semua saran rasanya salah
Semua orang tampak bodoh di depanmu
Ketika kau sedang marah

Jangan ada yang berani menyentuhmu
Kau sepeti bom yang siap meledak kapan saja
Kau tak mau kalah
Kau bertingkah tanpa arah
Orang-orang di sekitarmu kau suruh diam
Seolah kata-katamu adalah harga mati
Yang bantah harus mati
Begitulah kalau kau sedang marah.

Jumat, 18 Mei 2012

Kesunyian Itu Kejujuran


Bayanganku kini terjebak dalam bola matamu
Dan tatapanmu
Seolah kau bisa menembus bagian terdalam hatiku
Aku hanya bisa membuang muka
Aku tak cukup kuat
Aku tak siap
Untuk melihat ke dalam sana
Aku tak ingin mendapati sinar keraguan di sana

Aku benci kesunyian seperti ini
Karena ia meneriakkan kebenaran
Entah kenapa kau bisa setegar itu
Sedangkan aku sendiri
Mataku sudah memerih
Sebentar lagi akan ada sungai kecil di garis pipiku

Bibirmu yang kaku semakin mengeras
Seolah mendekap dendam yang tak mau terungkap
Membungkam
Tapi matamu berkata, “Jangan menangis’
“Suatu hari nanti...”
Adalah kata yang paling sering kita ucapkan
Kupercaya akan jadi sabda

Dan ketika kau pergi
Aku akan berlari ke dalam malam
Bersembunyi dalam sayap-sayap kegelapan
Aku tak ingin berdiri di siang hari
Karena bayanganku akan tampak

Ketika kau pergi,
Aku dan hujan, kita menangis bersama
Bantal yang kupakai meletakkan kepalaku
Membisikanku untuk tidak merasa sepi
Selalu ada pelangi sehabis hujan