Kamis, 13 Juni 2013

Energi


Seret aku, bawa aku, pilih aku
Jangan biarkan aku, lepas aku, tinggalkan aku
Ambil aku, hitung aku, sertakan aku
Jangan tempatkan aku, dudukkan aku, sendirikan aku
Bicaralah denganku, tertawalah denganku, Berpestalah denganku
Jangan diamkan aku, acuhkan aku, hapus aku
Lihatlah aku, sadari aku, mulailah denganku
Jangan akhiri aku, tiadakan aku, sangkali aku
Akuilah aku, temani aku, hidupkan aku
Isi aku, jangan kosongkan aku

Selasa, 11 Juni 2013

KENAPA MAMALEMON? BUKAN PAPALEMON : DAPUR + MAMA = KODRAT?


Lama kelamaan saya gerah lihat iklan-iklan di TV. Produk kosmetik, bintang iklannya perempuan. Produk deterjen dan semua yang berhubungan dengan urusan rumah tangga, bintang iklannya sudah pasti perempuan. Apalagi produk diet! Seolah sudah kodrat dari awal penciptaan manusia bahwa perempuan harus cantik, kemayu, langsing, mencuci, memasak, merawat, dsb. Sedangkan bintang iklan mobil sporty, olahraga, politik, rokok, dsb, sekalipun ada perempuan di dalam iklan tersebut, fungsinya paling cuma sebagai ‘pemanis’ tok!

Lalu saya menyadari bahwa ada iklan produk, yang mana sejak awal mula ‘kelahirannya’ telah mengklaim diri sebagai produk yang khusus diperuntukkan bagi para mama, atau dengan kata lain perempuan. Produk tersebut adalah MAMALEMON dan MAMASUKA. 

Dan kerapkali yang mengiklankannya adalah para wanita sendiri juga. 




Setelah melihat iklan ini, saya berpendapat, alangkah lestarinya oposisi gender yang senantiasa masyarakat kita pelihara, bahkan disupport secara besar-besaran dan menyeluruh ke seluruh tingkat generasi oleh media massa.

Membahas tentang oposisi gender berarti membahas apa yang kodrati dan yang tidak. Iklan pembalut wanita memang sudah sepantasnya diiklankan oleh seorang wanita, karena dialah yang menjadi konsumen dari produk tersebut. Namun iklan deterjen, kosmetik, pembersih toilet, obat nyamuk, pelembut pakaian, bumbu masakan, perlengkapan bayi…. KENAPA YANG MENGIKLANKAN HARUS PEREMPUAN? Apakah itu kodrati? Datang bulan tentu saja sesuatu yang kodrati : yang diberikan Sang Pencipta sejak awal mula penciptaan manusia itu sendiri, yang terkait dengan genital dan biologis.

Kembali ke iklan tadi. Ada yang bisa menangkap pesan di balik itu? Budaya yang satu ini sudah bercokol dan berakar terlalu kuat, pula terlalu dalam, dalam masyarakat kita sehingga kita  tidak menyadarinya sama sekali, bahkan cenderung membenarkannya jika ada yang mempermasalahkannya. Budaya ini mengawetkan oposisi gender secara naif, berharap kapasitas otak manusia berada di bawah frekuensi standar sehingga tidak akan menyadari fenomena ini. Herannya, media masih saja menjadi pelopor, bahkan provokator ulung dari ketidakadilan sosial ini.

Daripada terlalu jauh mengomeli media massa yang tuli sejak lahir (tapi tak pernah menyadarinya, akibat komersialisasi buta-butaan!), lebih baik topik kita kembali ke iklan. Iklan masak-memasak, cuci-mencuci, merawat bayi, dan sebagainya, sebenarnya mengandung pesan tersirat bahwa segala tugas rumah tangga adalah bagian dari tugas pokok seorang mama, seorang perempuan, kaum wanita. Bahkan ada iklan yang dengan bangganya mempertontonkan seorang wanita karier yang sepulang kerja masih (harus) menyempatkan diri mengurusi keluarganya, suami, dan anak-anak. 



Maka  kepercayaan yang sudah ada di masyarakat tentang pembagian wilayah tugas di antara laki-laki dan perempuan semakin kuat. Bahwasanya laki-laki menguasai wilayah publik (semua yang di luar rumah), sedangkan perempuan di wilayah non-publik (domestik). Kepercayaan ini saking kuatnya, hampir menyaingi iman dan keyakinan mereka! Maka munculah semboyan konyol nan mesum : Wanita itu kasur, dapur, sumur.

Oposisi gender ini nantinya mengesampingkan dan menabukan kaum androgini, yaitu mereka yang berada di tengah-tengah skala feminin dan maskulin. Kenapa? Karena masyarakat kita sudah terlanjur mengepak, menggolong-golongkan, mematok, mengundang-undangkan : INI BAGIAN YANG PANTAS BUAT LAKI-LAKI DAN BUAT PEREMPUAN – DAN INI YANG TIDAK PANTAS BUAT MEREKA. Maka di saat ada yang menyimpang dari patokan-patokan itu, individu tersebut dianggap menyalahi aturan yang berlaku dalam masyarakat lalu ia pun diisolasi. Padahal sebenarnya dia itu hanyalah korban dari konstruksi sosial dan budaya kita! Contohnya saja, suami yang mencuci piring, memasak, dan merawat anak-anaknya dicap negatif : SUAMI TAKUT ISTRI. Semboyan ini merupakan sindiran yang diberikan oleh para laki-laki (ironisnya, para perempuan juga!!!) kepada sesama kaumnya karena dianggap lemah. Seolah sudah merupakan kodrat bahwa laki-laki harus lebih unggul dari perempuan.



Oh, Mamalemon…kau membuatku banyak bercerita….