“Scanners love to read and write, to fix and invent things, to
design projects and businesses, to cook and sing, and to create the perfect
dinner party.” Mereka memiliki aneka ragam interest
dan hobi yang warna-warni. Mereka selalu ada dalam pergerakan: sebelum sesuatu
mereka tuntaskan, tampaknya Scanners
sudah mendarat ke hal berikutnya yang menarik perhatiannya. Menjadi Expert bukanlah tujuannya sejak awal. Dia
justru berpikir: Menjadi ahli berarti membosankan, sama saja dengan mengikuti
satu hal yang sama seumur hidup dan menyangkali 999 hal menyenangkan lainnya.
Tipe Scanners yang jarang dijumpai dalam
masyarakat membuat ia sering dianggap remeh bahkan tidak ditoleransi, terutama
oleh pemberi kerja. Bagaimana tidak? Curriculum
vitae seorang Scanner terlihat begitu tidak fokusnya sehingga si calon bos
berpikir ia tidak akan setia bekerja di perusahaan tersebut. Seperti yang kita
semua tahu, semua pemberi kerja berharap merekrut karyawan setia yang
setidaknya bisa bekerja sampai 30 tahun… Scanners?
Dengan resume yang “zig zag” tampak
seperti seorang drifter (tersesat ke
sana kemari)? Setahun jadi tenaga marketing, kemudian jadi guru, lantas tiga
tahun kerja sebagai pemandu wisata, eh, sekarang melamar sebagai tim kreatif
pada sebuah perusahaan organiser. Kebanyakan
mereka ditolak: dituduh sebagai karyawan yang kurang loyal, bukan tenaga yang expert di bidangnya, tidak komitmen
terhadap tugas, dsb, dsb… Sementara itu, menurut Sher, Scanners bukanlah Drifters,
mereka justru Adventurers. Scanners menyukai petualangan, mereka
menyukai hal baru dan menyingkap tabir misteri (While
scanners explore the world broadly, divers explore in depth.) Mereka memiliki rasa penasaran yang naif
terhadap segala sesuatu yang menarik perhatian mereka.
Membaca
artikel ini saya merasakan epifani: ternyata there’s nothing wrong with me. People Like me do exist. It is totally
normal being me as a scanner. Jika membandingkan dengan teori ini, saya
adalah seorang Scanner. Saya lulusan
pendidikan (pedagogik), pernah mengecap beberapa pekerjaan yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan latar belakang pendidikan saya, pernah bekerja
sebagai guru bahasa Inggris dan Jerman, lalu
asisten dokter gigi, di saat yang bersamaan blogger dan pelukis. Dan sejak lima
tahun terakhir I started taking pictures,
karena fotografi adalah bidang yang sangat menarik saya. Bukan hanya di dunia
pendidikan dan pekerjaan ciri Scanners
dalam diri saya bisa terlihat, di bidang lain pun bisa dengan jelas. Contohnya
di usia 17 saya benar-benar ingin belajar main gitar, saking saya menyukai Avril
Lavigne (dan belum lagi kecintaan saya terhadap gitaris Andra Dewa 19, Izzi
Stradlin dan Zynyzter Gates). Setelah susah payah mengumpulkan uang, saya akhirnya
membeli sebuah gitar akustik. Sampai hari ini saya tetap saja tidak tahu cara
memetik gitar. Seiring waktu, hal yang sama terjadi pada selera musik saya. Saya
menyukai rock, blues, lalu merambat ke jazz,
mendarat di reggae, ska, yang pasti soul, RnB, hip hop, latin, pop, dan ujung-ujungnya
dangdut. Teman, sahabat, kenalan saya terdiri dari berbagai jenis golongan yang
mana kalau saya pikir-pikir, kadang sampai harus kagum, kok kita bisa nyambung. Bahkan domisili saya pun menunjukkan kalau
saya seorang scanners. Saya pernah berdomisili di beberapa pulau yang berbeda
yang membuat saya bisa paham/berbicara beberapa bahasa/dialek lokal. Sebagai
seorang yang menyukai bahasa, saya berbicara fasih dalam tiga bahasa nasional,
dan sedang belajar Bahasa Spanyol. Dulu saya pernah dicap seorang kolega
sebagai si tukang Escape, sedangkan baru-baru
ini seorang teman pernah melabeli saya YOLO (You Only Live Once)-Type. Dia mengamati saya yang sering merasa
dunia ini terlalu besar dan berwarna, tapi saya hanya hidup sekali, usia saya
tidak akan lebih dari kurun seratus tahun, I
need to grab more and fast before it is too late, cause I’m dying to experience
them all!
Pure as a melody, pure as I wanna be…
All I wanna be, oh
All I wanna be is everything
All I wanna be is everything
everything at once…
Saya pernah
ada di suatu titik di mana saya sempat berpikir: Jangan-jangan saya nanti tidak
bisa apa-apa dengan sangat baik dan mapan, karena keseringan ganti hobi dan
interest. Saya sadar, saya berbeda. Bahwasanya orang-orang di sekitar saya
cenderung homogen: kalau pengennya itu ya itu saja, ditekuni habis-habisan
sampai lihai dan professional. Namun menurut buku Barbara Sher, jika dunia
memahami dan menerima spesies Scanners
ini sebagai eksis dan normal, justru mereka akan menjadi tenaga handal dalam
dunia jaman sekarang yang penuh perubahan dan dinamis nan dramatis. Dengan
kemampuan dan background mereka yang
heterogen, seorang pemberi lapangan kerja bisa memanfaatkan ini ke kreativitas
yang benar-benar positif dan inovatif.