Minggu, 30 Desember 2012

Sejenak Waktu Untuk Jiwa dan Raga

Ia menari bersama kepulan asap hitam. 

Jiwaku terbang sebebas-bebasnya, sampai terlepas dari ragaku, berayun, dan sesekali hinggap ke bubungannya. 

Aku tak khawatir sedikit pun. Aku percaya ia percaya pada kata kembali

Ia hanya akan kembali, padaku. 

Ia hanya ingin mencari ruang lain di luar diriku. 

Aku berpikir, jangankan dia, jiwaku ; bahkan ragaku pun seandainya bisa, ia juga ingin keluar dan sejenak terpisah dari diriku. 

Apakah itu kata lain dari kematian? 

Aku tak ingin sendiri, ia menjerit. 

Aku ingin berpesta, matanya membara. 

Ke sebuah pesta yang tak kenal sudah; 

ke pesta yang anggurnya tak pernah selesai mengalir; 

ke pesta yang musiknya tak pernah berakhir digesek dan dipetik dan didebumkan; 

yang pesta dansanya tak pernah berhenti; 

ke pesta yang lampunya tak pernah digantikan matahari.

Jumat, 14 Desember 2012

KAMI BERDOSA, KAMI SUNGGUH BERDOSA

       Ketika saya masuk Syuradikara pertama kali (tahun 2006) tradisi setiap kelas untuk memberikan nama (biasanya berupa akronim unik yag membentuk sebuah kata atau nama) pada kelasnya sudah ada, entah dimulainya sejak kapan. Saat kami kelas 2 SMA, nama-nama kelas itu antara lain :

XI IPA 1 :   D'RAINSTU (....)
XI IPA II :  DEPOSITO (DE People Of ScInce Two)
XI IPS 1  :  ANEKDOTE ()
XI IPS 2  :  REPSOL (REPublic Sosial)
XI IPS 3  :  COUNTER DUBESTIG (...)
XI BAHASA 1  : SLASH (....)
XI BAHASA 2  :  S BATWO (Sebelas BAhasa TWO)
XI BAHASA 3  :  REALITA (REpublic Anak Language TigA)

      Takdir mempertemukan 13 perempuan bandel dan 13 laki-laki kepala batu ke dalam sebuah kelas bernama Bahasa 3.  Wali kelas kami adalah Pak Nato, namun karena intensitas ketemu yang jarang (kelas kami memilih Bahasa Jerman, sedangkan beliau mengajar Bahasa Jepang.) dan juga adanya satu dua alasan yang lain, kami pun dipindahtangankan ke Pak Kletus seiring kenaikan kelas kami. Pada waktu itu Beliau mengampu mata pelajaran Agama dan kesenian.
     Tahun 2008, waktu sudah naik kelas tiga, nama kami berubah: FBI (Forum Bahasa Tiga-- ciri-ciri penjahat adalah selalu mengganti nama). Kelas ini paling sering jadi hot news (dalam pengertian yang buruk) di ruang guru. Kami feeling begitu soalnya setiap kali kami berbuat salah (kesalahan anak Bahasa 3 biasanya bersifat masal / berjamaah, tidak laki-laki tidak perempuan.... sama saja), komentar para guru selalu diawali dengan kalimat-kalimat berikut :
"Selalu saja kalian ee!"
"Kalian tu kenapa ee?"
"Oh, saya tidak heran kalau kelas ini!"
" Kalian tidak kasihan kah dengan Pak Kletus?"
Maka relevan kalau kami berpikirkami sudahterlalu sering menjadi topik kecemasan masa depan presentasi kelulusan Syuradikara di ruang guru. Dan sejujurnya kami sendiri merasa tidak nyaman dengan posisi "terkenal" seperti itu. Ya kami memang berdosa (tapi seberdosa itu kah?).
    Tahun-tahun menjadi bagian dari FBI terasa seperti tahanan luar! Setiap kali gerak-gerik kami diawasi. Ditambah lagi suatu ketika Syuradikara kedatangan keryawan Bimbingan Konseling yang baru, Ibu Emy (kalau tidak salah di akhir 2008). Kedatangan Ibu Emy langsung mendapat 'kantor' khusus (letaknya di samping ruang UKS) menandakan bahwa bimbingan konseling adalah sesuatu yang serius di lembaga ini. Saya masih ingat, pertanyaan pertama yang akan Ibu Emy ajukan saat kau pertama kali tiba di kursi panasnya adalah : "Kau berapa mata pelajaran tidak lulus mid kemarin?" Nah, kena!!
    Bicara tentang 'kena'. Rotan, tali plastik, telapak tangan gempal (untuk menjitak atau menampar), bahkan kabel kopling adalah makan minum kami sehari-hari. Bagi yang tidak merasakan, pasti menyaksikan. Beberapa guru bahkan identik dengan salah satu mustika tersebut. Setiap kali, kami selalu tahan napas, mendesah, pasrah. Kalau Beliau masuk-masuk sudah bawa itu barang memang, sebaiknya kau hati-hati sudah.
    Naluri manusia : perasaan nasib dan sepenanggungan ini membuat kami merasa terikat satu sama lain: karena ada kenangan bersama yang mengikat. Dan herannya, kami selalu punya cara untuk menertawakan itu semua (atau mungkin hanya untuk sekedar menghibur diri?). Seolah memar biru-ungu di betis atau segaris warna hijau ranting gamal di punggung seragam putih-abu itu lucu. Entahlah, selera humor remaja kami yang tidak terbiasa dengan keseriusan itulah yang menggelitik kami untuk tertawa.
      Meminjam istilah dari kamus anak asrama, kami sudah "batu-kayu": kelima indra kami telah berubah menjadi lima jenis batu yang dicampur dengan lima jenis kayu yang paling keras. Kamus Bahasa Pasar : "kepala batu". Kamus Bahasa Kupang : "Babatu".
    Untuk Bapak/ibu guru yang saya cintai termasuk para pater sekalian, ini adalah ucapan terima kasih saya yang besar. Tengah tahun 2012 yang lalu saya mengajar (PPL) di salah satu SMA di Jawa Tengah selama dua bulan. Dari situ baru saya pahami bahwa tugas guru itu benar-benar mulia jika dilakukan dari hati. Dan selama tiga tahun saya di Syuradikara, saya merasakan pengabdian kalian yang sungguh tulus dari hati. Untuk itu juga kembali dari hati saya ucapkan terima kasih.
    Berikut adalah litani permohonan maaf:
    Kepada Pater Kanis yang saat itu menjabat sebagai kepala sekolah : Pater, mohon maaf karena kelas saya selalu 'menyita perhatian & energi'. Kehadiran Bahasa Tiga meresahkan warga (Syuradikara). Dan apa yang Pater lakukan bagi kami anak asrama yang 16 orang pada waktu itu, detik-detik terakhir menjelang UAN, tidak akan kami lupakan.Saya juga ingat betul kontribusi penyitaan gelang terbesar pada saat itu, saya rasa, salah satunya saya. Tiap hari saya dicegat, pernahjuga oleh Pak Ambross---hanya karena pakai gelang (ini belom bawa pistol atau apa...). Tapi besok datang tetap pake lagi--- untuk adek-adek yang terlanjur baca adegan ini tolong jangan ditiru. Tapi terima kasih Pater, saya tahu ini untuk mendidik.
     Kepada Pak Nato : Bapak, kami menyesal dan memohon maaf karena tidak bisa jadi anak yang ideal.
     Kepada Ibu Mathilde Niba : Ibu, maafkkan kelas kami yang kepala batu dan selalau remidi (bahkan sepertinya kami sampai pernah remidi dua kali, dan tetap tidak lulus-lulus). Kami juga sudah selalu membuat ibu cemas.
     Kepada Ibi Anas Theo : Ibu, kami mohon maaf sangat atas keautisan kami yang malas mengerjakan soal-soal PR antropologi dan sejarah (kalau ibu masih ingat pertanyaan yang ibu berikan ke kami pagi itu : "Tanah itu ada di mana?" diambil dari mapel antropologi, bab tentang budaya. Sampai sekarang itu jadi cerita klasik penuh canda tawa di antara kami karena tak ada yang berhasil jawab)
    Kepada Opa Nadus :  Opa tersayang, maafkan kami yang cacat secara linguistik (untuk menuliskan aksara Latin saja kami masih jatuh bangun, bagaiman nasib aksara Arab?)
    Kepada Bapak Anton Buga : Pak, sejujurnya kami pernah nyontek masal pada saat ulangan bapak. (Untung karmanya jangka pendek : dalam ulangan tersebut tak ada satu pun yang nilainya lulus)
    Kepada Ibu Nanci : Ibu, maafkan kelemahan matematis kami. Daya tangkap yang lemah hanya bisa diatasi dengan kesabaran seorang mama. Bagi kami  ibu telah menjadi mama matematika yang terbaik. Terima kasih, Bu.
     Ke 23 anak ini sekarang kami sudah di tahun terakhir masa studi di bangku kuliah. Yang lain bahkan sudah bekerja. Ada yang sudah jadi polisi, bidan, dan bekerja di bidang perhotelan. Kelas Bahasa Tiga yang dulunya sering ditempa, kini bisa dilihat hasilnya. Emas dan berlian memang harus ditempa dalam suhu dan tekanan yang tinggi sehingga setiap gramnya menjadi berharga.

Syuradikara, ada di dada kami. 





Kamis, 22 November 2012

Alice in wonderland


Gadis itu tadinya hanya mengikuti langkah kakinya ke dekat semak
Tiba-tiba semuanya gelap
Berhari-hari ia tak sadarkan diri
Dunianya kini terbalik
Tuan, jangan kauambil dia
Dia hanya gadis kecil yang tersesat
Mungkin ia tak melihat di sini ada lubang
Lepaskan dia, Tuan
Luka di kakinya harus diobati
Dia akan tersedu-sedu minta pulang
Biar hanya untuk sekedar menyalakan lilin di atas pusara neneknya
Tuan, kenapa kaupilih Gadis Pemimpi ini?
Dunia terlalu luas
Nanti tiba saatnya
Seperti Faust menjual nyawanya pada Mephistopheles,
Ia pun akan serahkan semua padamu
Tubuh dan nyawanya
Dengan kedua tangan dan senyum di bibirnya



YK, 29 Oktober 2012

KELIMA INDRAKU




Suatu ketika, bidadari mandi di sungai seorang diri. Setelah mandi ia menyadari selendangnya telah hilang. Ia tak berani menuduh bahwa ada yang mencurinya karena di sana tak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri. Betapa gusar ia. Lewatlah seorang pemuda dan menawarkan bantuan. Ia ingin membantu si makhluk kahyangan malang itu untuk menemukan kembali selendangnya. Namun dengan syarat, budinya harus dibalas dengan mengajarkannya caranya terbang. Selendang berhasil ditemukan, ternyata dibawa arus sungai ke hilir. Sesuai perjanjian, si bidadari mengabulkan permohonan si pemuda. Tapi selendang itu hanya ada satu, maka mau tak mau mereka harus menggunakannya bersama-sama. Semakin tinggi ke langit, angin yang berhembus pun semakin kencang, maka mereka semakin erat berpelukan. Sampai tiba di kahyangan, si pemuda bingung caranya pulang kembali ke bumi. Sang bidadari meminjamkan selendangnya yang satu-satunya itu kepada si pemuda supaya ia bisa pulang dengan selamat. Resikonya, setiap kali sang bidadari ingin pergi ke bumi, ke sungai favoritnya itu, sang pemuda harus menjemputnya, karena selendang itu adalah satu-satunya kendaraannya. Begitu pula kalau sang bidadari ingin kembali ke kahyangan, si pemuda harus mengantarkannya.
Tebak saja, apa yang terjadi selanjutnya…

Kata orang, yang pertama mata. Tapi ini dimulai dari kulit, karena di sanalah letak indraku yang paling kuat. Kulitnya selalu hangat, mencairkan (ia berasal dari negeri matahari, aku dari negeri awan). Epidermi kami saling mendesak, mengoyak-ngoyakkan rambut-rambut halus di permukaan, sampai menuntut ke otot, lagi-lagi rasanya hangat. Siapakah di dunia ini yang akan menolak kehangatan? Justru yang datang dahaga dan kerinduan yang menuntut untuk ditebus, dipuaskan.
Kekasihku adalah seorang pujangga. Ia tak butuh kata-kata untuk bersastra. Ia cukup menatapku, lalu rasanya seperti melampaui cakrawala imajinasi Kahlil Gibran. Kekasihku, ia bukan saja pujangga, tetapi juga penari. Ia menari bersama lidahku, tarian dahaga. Sesekali indraku yang lain menangkap aroma tembakau dari napasnya yang berat dan menjerat, yang memanggil-manggil supaya napasku menyatu ke dasar raganya, jauh ke suatu tempat di dalam dirinya. Indraku yang lain haus akan suaranya dari pangkal tenggorokan. Keseluruhanku merindukannya, bahkan sebelum ia keluar dari keberadaannya dalam laring.
Sekarang ia menguasai seluruh indraku. Aku tak berdaya. Aku berharap bisa melarikan diri lewat indra ke enamku. Tapi sial, aku terlahir normal—bahkan bidadari pun hanya memiliki lima indra. Kini agamaku adalah cinta, dan tuhanku adalah kekasihku. Aku hanyut dalam sistem patriarkhi ini, aku tak peduli.
Dan aku sekarat, jatuh cinta padanya. Meskipun ia akan segera pergi, meninggalkan dunia yang fana ini. Aku tidak bersedih, karena ia tidak pergi untuk sebuah moksa—ia harus menebus dosa yang telah kami berdua perbuat, sekalipun dosa itu terasa sangat manis. Dan bukan dosa namanya kalau tidak nikmat.
Kekasihku, pujanggaku, penariku. Raganya akan mati, terkubur bersama suratku ini. Tapi aku berbahagia, karena ia akan bereinkarnasi, menjadi seorang Buddha. Ia seperti apel: jatuh, mati dan bilamana tiba saatnya, akan mengeluarkan tunas sepuluh kali lipat.
Aku ingin ia tahu, doaku selalu menyertai.

YK, 19 November 2012



Senin, 12 November 2012

Masa muda


Sebagai orang muda, terus terang saya sangat bangga. Dan hanya satu titik jaraknya untuk bergeser ke sombong. Banyak hal bisa saya lakukan untuk mengukir kisah masa muda saya, yang mana setan pun tahu, hanya terjadi sekali.
Setiap hari bagi saya adalah adegan sejarah, seolah saya akan mengukirnya pada batu cadas yang akan bertahan sebagai artefak untuk berjuta-juta tahun yang akan datang. Tapi tidak juga, maksud saya tidak selalu seperti itu. Sering kali saya tidak menyadari terjadinya kehidupan itu, saking saya terlalu terlibat di dalamnya. Lalu akan datang hari-hari di mana saya berhenti sejenak untuk menoleh ke belakang, lalu saya akan berkata, “Wah, saya sudah banyak berbuat salah” atau “Oke, sepertinya saya sudah terlalu banyak membuang-buang waktu” atau begitu pula jika saya berbuat baik.
Dan saya dalam cerita kali ini, Dreamers sekalian, mau menyimpulkan apa yang saya alami sebagai orang muda. Yaitu bahwa jika kita hanya tahu MASA MUDA ADALAH MASA YANG BAHAGIA tanpa menyadari makna yang sebenarnya di balik kalimat itu, maka tidak akan banyak arti yang kita tabung untuk dikenang di hari kelak. Begitu pun, tidak banyak manfaat yang dapat kita jadikan garam untuk hari dewasa kita nanti. Maksud saya, ada baiknya kalau kita, sebagai orang muda, juga menyadari dan memaknai kemasamudaan kita itu sendiri agar menjadi lebih berarti.

1.      Masanya bermimpi.
Rugi besar kalau hidup tanpa mimpi. Kapan seseorang suka bermimpi? Ya, sejak kecil. Tapi pada masa mudalah mimpi seseorang menjadi matang. Setiap orang muda suka menghayal, melamun, berfantasi, dan hal-hal lain yang sejenis. Mereka mengimpikan apa pun yang mereka lihat dalam film, mereka baca di buku, mereka lihat di foto, atau yang mereka dengar dari cerita orang lain. Mereka percaya bahwa dunia ini luas, penuh harapan dan harapan-harapan itu bisa diwujudkan. Saat mereka tua, konsep mereka tentang mimpi akan sedikit berubah. Karena itu jangan tunggu tua untuk mewujudkan mimpi. Masa mudalah saatnya untuk itu! Sukses dan gagal itu biasa, tapi bukankah dari keduanya itulah muncul pengalaman? Dan bukankah masa muda adalah masanya mengumpulkan pengalaman? Makanya, dalam bermimpi jangan takut sukses atau gagal. Just keep on dreaming, DREAMERS!

2.      Masa di mana pencernaan kita masih lancar.
Percaya atau tidak, ini juga salah satu faktor yang membuat masa muda itu indah. Kalau memang kamu sekarang ini sedang mengalami gangguan pencernaan, itu tidak separah kalau sudah tua nanti. Jadi begini, masa muda tidak hanya tentang keadaan psikologis tapi juga keadaan biologis. Bebas keriput itu jelas, belum beruban juga pastinya, belum rabun tentu saja. Tapi ini hanya apa yang tampak di luar. Yang terjadi di dalam tak kalah pentingnya. Contohnya pencernaan yang saya sebut di atas tadi. Seorang remaja muda yang perokok dan peminum masih bisa buang air sehari sekali, tapi para orang tua belum tentu bisa. Itulah salah satu yang menjawab penimbunan lemak yang terjadi pada mereka. Selain itu orang muda masih kuat begadang atau nongkrong sampai jam 3 atau 4 pagi (bahkan lebih) tapi orang tua? Bukannya mereka tidak ingin, tapi fisik mereka tidak mengijinkan. Bicara tentang fisik, masa muda adalah tiket kita untuk melakukan aktivitas apa pun, dalam cuaca apa pun, dalam situasi apa pun. Tapi jangan pakai untuk aktivitas yang tidak mendatangkan produktivitas ya… Senang dan sehat membuat panjang umur bukan? Karena itu lakukanlah hal-hal positiv yang menyenangkan dan menyehatkan. Apalagi kalau bisa mendatangkan rejeki, nilai plus banget!

3.      Masanya berdebar-debar.
Ini adalah keadaan psikokogis si muda. Apa-apa berdebar-debar. Ujian berdebar, membuat kesalahan pun gemetaran, jatuh cinta juga berdebar-debar (biasanya disertai malu-malu kucing). Berdebar ini adalah gelombang perasaan yang unik dan menegangkan yang akan menghilang seiring pertambahan usia dan kematangan psikologis seseorang. Apa manfaatnya? Bagaimana pun, debaran inilah yang membuat sesuatu lebih ‘bercerita’ dibandingkan kalau berjalan bisa saja tanpa ada yang men-dag-dig-dug kan. Iya kan? Ngaku aja…

4.      Masanya berbuat salah.
Sepertinya tiada hari tanpa berbuat salah. Entah disengaja atau tidak, entah itu di kelas, di rumah, atau di lingkungan pergaulan. Makanya Lenka bikin lagu ‘Trouble is A Friend’. Seandainya Lenka itu orang tua, patut dipertanyakan masa muda seperti apa yang ia jalani dulunya sehingga ia telat puber begitu.
Lanjut. Dan dari kesalahan-kesalahan inilah seorang muda belajar untuk masa depannya. Berbahagialah mereka yang pernah berbuat kesalahan karena merekalah yang memiliki ‘kisah’. Coba saja renungkan kembali, biasanya kita hanya mengenang momen-momen di mana kita berbuat kesalahan, yang ‘benar’ justru sering tidak terekam dalam ingatan. (Dalam poin ini, penulis salah satu frontwoman, hihihihi…)

5.      Masa mengukir kenangan.
Pada saat inilah kita mencari sahabat. Bukan berarti waktu tua kita berhenti mencari sahabat. Tapi seorang yang masih muda biasanya akan mencari sahabat yang benar-benar akan ia jadikan tempat berbagi, sebagai teman seperjuangan, menghadapi suka maupun duka. Sedangkan para orang tua biasanya lebih ke mencari relasi, rekan kerja, atau teman yang kebetulan tergabung dalam komunitas yang sama. Lalu apa keuntungan dari mencari sahabat? Dan apa hubungannya dengan mengukir kenangan?
Tentu saja kita akan beroleh sahabat jika kita mau membuka diri. (Dan dari membuka diri, kita belajar membina jiwa yang besar.) sahabat di sini, bukan dalam pengertian ‘Friends With Benefit’ lho, tapi sahabat yang benar-benar tulus menerima kita apa adanya. Dan dari persahabatan itu kita bisa mengalami banyak hal bersama, mengukir banyak cerita bersama yang mana pastinya lebih seru dibandingkan jika cerita itu hanya kita seorang diri yang alami.

6.      Masanya melakukan hal-hal konyol.
Yang disebut pencarian jati diri. Seorang siswa SMA bisa menakalkan dirinya di seantero sekolah hanya supaya diingat oleh para guru atau terkenal di setiap angkatan. Tidak apa-apa. Ini salah satu gejala psikologis dan sudah  senormalnya begitu. Lagi-lagi demi alasan mengukir kisah? Ya, itulah istimewanya masa muda. Ada banyak faktor luar dan dalam (psikologis, biologis, sosiologis) yang mewarnai hari-harinya dan menambah cerita. Asalkan cerita itu bukan sebuah tragedi, semua telinga pasti bakal asyik mendengarkan. Karena itu konyol boleh konyol, asalkan tidak sampai  mati konyol.

7.      Masanya tersesat.
Berpetualang di mana saja. Entah di saat ada uang atau lagi bokek, kalau ada yang mengajak langsung mengiyakan. Sering mencari tempat-tempat baru, entah itu tempat yang hanya sekedar dijadikan tempat nongkrong, atau pun tempat tujuan wisata. Yang penting ada kendaraan, ada bensin, langsung cabut. Kalau tak ada dua-duanya, sepedaan atau jalan kaki pun mereka mau melakukannya. Ck ck ck, dasar anak muda….
Masa ini adalah masanya menantang adrenalin. Banyak aktivitas yang ‘berbahaya’ dilakukan. Itulah kenapa disebut juga masa muda adalah masa ‘serba ingin tahu’ atau masa ‘serba penasaran’. Tidak ada kata khawatir, malah cenderung nekat. Inilah yang sering mendatangkan kekhawatiran para ibu. Tapi jika hal yang menantang itu diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi umum, kenapa tidak? Misalkan olah raga, dance, travelling, dan sebagainya.

8.      Masanya berproduksi (dan reproduksi, xixixi)
Di saat kita masih muda, ingatan kita masih sangat kuat dan segar. Itulah sebabnya kita bisa memikirkan  ide-ide yang kreatif dan inovatif. Kita bisa memikirkan apa yang orang tua tidak terpikirkan. Kita pun mendapat hak istimewa untuk memasuki suatu komunitas tertentu, misalnya para pesepakbola atau olahragawan yang biasanya dikenai batas umur tertentu. Jangankan olahragawan, orang yang melamar di tempat-tempat perniagaan pun dibatasi bagi yang muda saja, biasanya 23-27!
Karena itu, sayang sekali kalau masa muda kita hanya kita habiskan untuk kesiangan di atas kasur. Jika kita belum menyadari motivasi diri, cobalah melihat ke teman yang sukses, siapa tahu kita terinspirasi olehnya. Kita lalu memiliki motivasi dan semangat yang serupa. Di sinilah salah satu gunanya teman. Seorang teman tak harus selalu memotivasi secara langsung, bisa juga dengan cara yang tak terlihat atau tak terdengar.

9.      Masanya membangkang.
Jangan tanya lagi. Sadar tidak sadar, kita semua pernah membangkang. Kata orang kalau belum membangkang belom afdol. Baik terhadap orang tua, kepada guru atau masyarakat sebagai pencipta nilai dan norma—mana kenal mereka. Sepertinya aturan mengekang ruang gerak mereka yang mereka harapkan bisa seluas angan-angan liar mereka. Maka terciptalah ungkapan itu, aturan ada untuk dilanggar.
Dan sepertinya sudah menjadi ‘hak istimewa’ seorang muda untuk hal yang satu ini. Kalau anak muda membangkang, orang tua maklum (meskipun makan hati), tapi kalau sesama orang tua membangkang, itu baru ‘angkat alis tinggi-tinggi’. Yah, dan dengan hal yang kian lama kian terasa sebagai hak ini, anak muda angkuh karenanya. Bahkan jika tak dikendalikan, ia akan mencamkan itu sebagai nilai dan norma yang berlaku dalam otaknya. Karena itulah, sebebas-bebasnya sebuah kebebasan, tetap butuh juga yang namanya aturan. Serius…

10.  Dan yang paling penting adalah masa muda adalah masanya jatuh cinta
Saat yang paling membahagiakan adalah ketika hati si muda sedang ditumbuhi benih-benih cinta. Daya hayalnya bisa 3 x lebih aktiv dari sebelumnya. Semangatnya berkobar-kobar dan terkadang tersenyum-senyum sendiri. Jatuh cinta bisa membuat mereka berubah, menjadi lebih dewasa atau bisa juga jadi lebih kekanak-kanakan. Mereka bisa melakukan hal terkonyol atau bahkan tergila saat mereka sedang jatuh cinta. Dan inilah alasan mengapa seorang menjadi muda. Orang tua sekali pun, jika ia sedang jatuh cinta, akan berkata pada dirinya sendiri, “Serasa muda kembali!”
Ah, alangkah indahnya menjadi anak muda….