Ia menari bersama kepulan asap hitam.
Jiwaku terbang sebebas-bebasnya, sampai terlepas dari ragaku, berayun, dan sesekali hinggap ke bubungannya.
Aku tak khawatir sedikit pun. Aku percaya ia percaya pada kata kembali.
Ia hanya akan kembali, padaku.
Ia hanya ingin mencari ruang lain di luar diriku.
Aku berpikir, jangankan dia, jiwaku ; bahkan ragaku pun seandainya bisa, ia juga ingin keluar dan sejenak terpisah dari diriku.
Apakah itu kata lain dari kematian?
Aku tak ingin sendiri, ia menjerit.
Aku ingin berpesta, matanya membara.
Ke sebuah pesta yang tak kenal sudah;
ke pesta yang anggurnya tak pernah selesai mengalir;
ke pesta yang musiknya tak pernah berakhir digesek dan dipetik dan didebumkan;
yang pesta dansanya tak pernah berhenti;
ke pesta yang lampunya tak pernah digantikan matahari.
Minggu, 30 Desember 2012
Jumat, 14 Desember 2012
KAMI BERDOSA, KAMI SUNGGUH BERDOSA
Ketika saya masuk Syuradikara pertama kali (tahun 2006) tradisi setiap kelas untuk memberikan nama (biasanya berupa akronim unik yag membentuk sebuah kata atau nama) pada kelasnya sudah ada, entah dimulainya sejak kapan. Saat kami kelas 2 SMA, nama-nama kelas itu antara lain :
XI IPA 1 : D'RAINSTU (....)
XI IPA II : DEPOSITO (DE People Of ScInce Two)
XI IPA II : DEPOSITO (DE People Of ScInce Two)
XI IPS 1 : ANEKDOTE ()
XI IPS 2 : REPSOL (REPublic Sosial)
XI IPS 3 : COUNTER DUBESTIG (...)
XI BAHASA 1 : SLASH (....)
XI BAHASA 2 : S BATWO (Sebelas BAhasa TWO)
XI BAHASA 3 : REALITA (REpublic Anak Language TigA)
Takdir mempertemukan 13 perempuan bandel dan 13 laki-laki kepala batu ke dalam sebuah kelas bernama Bahasa 3. Wali kelas kami adalah Pak Nato, namun karena intensitas ketemu yang jarang (kelas kami memilih Bahasa Jerman, sedangkan beliau mengajar Bahasa Jepang.) dan juga adanya satu dua alasan yang lain, kami pun dipindahtangankan ke Pak Kletus seiring kenaikan kelas kami. Pada waktu itu Beliau mengampu mata pelajaran Agama dan kesenian.
Tahun 2008, waktu sudah naik kelas tiga, nama kami berubah: FBI (Forum Bahasa Tiga-- ciri-ciri penjahat adalah selalu mengganti nama). Kelas ini paling sering jadi hot news (dalam pengertian yang buruk) di ruang guru. Kami feeling begitu soalnya setiap kali kami berbuat salah (kesalahan anak Bahasa 3 biasanya bersifat masal / berjamaah, tidak laki-laki tidak perempuan.... sama saja), komentar para guru selalu diawali dengan kalimat-kalimat berikut :
"Selalu saja kalian ee!"
"Kalian tu kenapa ee?"
"Oh, saya tidak heran kalau kelas ini!"
" Kalian tidak kasihan kah dengan Pak Kletus?"
Maka relevan kalau kami berpikirkami sudahterlalu sering menjadi topik kecemasan masa depan presentasi kelulusan Syuradikara di ruang guru. Dan sejujurnya kami sendiri merasa tidak nyaman dengan posisi "terkenal" seperti itu. Ya kami memang berdosa (tapi seberdosa itu kah?).
Tahun-tahun menjadi bagian dari FBI terasa seperti tahanan luar! Setiap kali gerak-gerik kami diawasi. Ditambah lagi suatu ketika Syuradikara kedatangan keryawan Bimbingan Konseling yang baru, Ibu Emy (kalau tidak salah di akhir 2008). Kedatangan Ibu Emy langsung mendapat 'kantor' khusus (letaknya di samping ruang UKS) menandakan bahwa bimbingan konseling adalah sesuatu yang serius di lembaga ini. Saya masih ingat, pertanyaan pertama yang akan Ibu Emy ajukan saat kau pertama kali tiba di kursi panasnya adalah : "Kau berapa mata pelajaran tidak lulus mid kemarin?" Nah, kena!!
Bicara tentang 'kena'. Rotan, tali plastik, telapak tangan gempal (untuk menjitak atau menampar), bahkan kabel kopling adalah makan minum kami sehari-hari. Bagi yang tidak merasakan, pasti menyaksikan. Beberapa guru bahkan identik dengan salah satu mustika tersebut. Setiap kali, kami selalu tahan napas, mendesah, pasrah. Kalau Beliau masuk-masuk sudah bawa itu barang memang, sebaiknya kau hati-hati sudah.
Naluri manusia : perasaan nasib dan sepenanggungan ini membuat kami merasa terikat satu sama lain: karena ada kenangan bersama yang mengikat. Dan herannya, kami selalu punya cara untuk menertawakan itu semua (atau mungkin hanya untuk sekedar menghibur diri?). Seolah memar biru-ungu di betis atau segaris warna hijau ranting gamal di punggung seragam putih-abu itu lucu. Entahlah, selera humor remaja kami yang tidak terbiasa dengan keseriusan itulah yang menggelitik kami untuk tertawa.
Meminjam istilah dari kamus anak asrama, kami sudah "batu-kayu": kelima indra kami telah berubah menjadi lima jenis batu yang dicampur dengan lima jenis kayu yang paling keras. Kamus Bahasa Pasar : "kepala batu". Kamus Bahasa Kupang : "Babatu".
Untuk Bapak/ibu guru yang saya cintai termasuk para pater sekalian, ini adalah ucapan terima kasih saya yang besar. Tengah tahun 2012 yang lalu saya mengajar (PPL) di salah satu SMA di Jawa Tengah selama dua bulan. Dari situ baru saya pahami bahwa tugas guru itu benar-benar mulia jika dilakukan dari hati. Dan selama tiga tahun saya di Syuradikara, saya merasakan pengabdian kalian yang sungguh tulus dari hati. Untuk itu juga kembali dari hati saya ucapkan terima kasih.
Berikut adalah litani permohonan maaf:
Kepada Pater Kanis yang saat itu menjabat sebagai kepala sekolah : Pater, mohon maaf karena kelas saya selalu 'menyita perhatian & energi'. Kehadiran Bahasa Tiga meresahkan warga (Syuradikara). Dan apa yang Pater lakukan bagi kami anak asrama yang 16 orang pada waktu itu, detik-detik terakhir menjelang UAN, tidak akan kami lupakan.Saya juga ingat betul kontribusi penyitaan gelang terbesar pada saat itu, saya rasa, salah satunya saya. Tiap hari saya dicegat, pernahjuga oleh Pak Ambross---hanya karena pakai gelang (ini belom bawa pistol atau apa...). Tapi besok datang tetap pake lagi--- untuk adek-adek yang terlanjur baca adegan ini tolong jangan ditiru. Tapi terima kasih Pater, saya tahu ini untuk mendidik.
Kepada Pak Nato : Bapak, kami menyesal dan memohon maaf karena tidak bisa jadi anak yang ideal.
Kepada Ibu Mathilde Niba : Ibu, maafkkan kelas kami yang kepala batu dan selalau remidi (bahkan sepertinya kami sampai pernah remidi dua kali, dan tetap tidak lulus-lulus). Kami juga sudah selalu membuat ibu cemas.
Kepada Ibi Anas Theo : Ibu, kami mohon maaf sangat atas keautisan kami yang malas mengerjakan soal-soal PR antropologi dan sejarah (kalau ibu masih ingat pertanyaan yang ibu berikan ke kami pagi itu : "Tanah itu ada di mana?" diambil dari mapel antropologi, bab tentang budaya. Sampai sekarang itu jadi cerita klasik penuh canda tawa di antara kami karena tak ada yang berhasil jawab)
Kepada Opa Nadus : Opa tersayang, maafkan kami yang cacat secara linguistik (untuk menuliskan aksara Latin saja kami masih jatuh bangun, bagaiman nasib aksara Arab?)
Kepada Bapak Anton Buga : Pak, sejujurnya kami pernah nyontek masal pada saat ulangan bapak. (Untung karmanya jangka pendek : dalam ulangan tersebut tak ada satu pun yang nilainya lulus)
Kepada Ibu Nanci : Ibu, maafkan kelemahan matematis kami. Daya tangkap yang lemah hanya bisa diatasi dengan kesabaran seorang mama. Bagi kami ibu telah menjadi mama matematika yang terbaik. Terima kasih, Bu.
Ke 23 anak ini sekarang kami sudah di tahun terakhir masa studi di bangku kuliah. Yang lain bahkan sudah bekerja. Ada yang sudah jadi polisi, bidan, dan bekerja di bidang perhotelan. Kelas Bahasa Tiga yang dulunya sering ditempa, kini bisa dilihat hasilnya. Emas dan berlian memang harus ditempa dalam suhu dan tekanan yang tinggi sehingga setiap gramnya menjadi berharga.
Syuradikara, ada di dada kami.
Kepada Ibu Mathilde Niba : Ibu, maafkkan kelas kami yang kepala batu dan selalau remidi (bahkan sepertinya kami sampai pernah remidi dua kali, dan tetap tidak lulus-lulus). Kami juga sudah selalu membuat ibu cemas.
Kepada Ibi Anas Theo : Ibu, kami mohon maaf sangat atas keautisan kami yang malas mengerjakan soal-soal PR antropologi dan sejarah (kalau ibu masih ingat pertanyaan yang ibu berikan ke kami pagi itu : "Tanah itu ada di mana?" diambil dari mapel antropologi, bab tentang budaya. Sampai sekarang itu jadi cerita klasik penuh canda tawa di antara kami karena tak ada yang berhasil jawab)
Kepada Opa Nadus : Opa tersayang, maafkan kami yang cacat secara linguistik (untuk menuliskan aksara Latin saja kami masih jatuh bangun, bagaiman nasib aksara Arab?)
Kepada Bapak Anton Buga : Pak, sejujurnya kami pernah nyontek masal pada saat ulangan bapak. (Untung karmanya jangka pendek : dalam ulangan tersebut tak ada satu pun yang nilainya lulus)
Kepada Ibu Nanci : Ibu, maafkan kelemahan matematis kami. Daya tangkap yang lemah hanya bisa diatasi dengan kesabaran seorang mama. Bagi kami ibu telah menjadi mama matematika yang terbaik. Terima kasih, Bu.
Ke 23 anak ini sekarang kami sudah di tahun terakhir masa studi di bangku kuliah. Yang lain bahkan sudah bekerja. Ada yang sudah jadi polisi, bidan, dan bekerja di bidang perhotelan. Kelas Bahasa Tiga yang dulunya sering ditempa, kini bisa dilihat hasilnya. Emas dan berlian memang harus ditempa dalam suhu dan tekanan yang tinggi sehingga setiap gramnya menjadi berharga.
Syuradikara, ada di dada kami.
Kamis, 22 November 2012
Alice in wonderland
Gadis itu tadinya hanya mengikuti
langkah kakinya ke dekat semak
Tiba-tiba semuanya gelap
Berhari-hari ia tak sadarkan diri
Dunianya kini terbalik
Tuan, jangan kauambil dia
Dia hanya gadis kecil yang tersesat
Mungkin ia tak melihat di sini ada
lubang
Lepaskan dia, Tuan
Luka di kakinya harus diobati
Dia akan tersedu-sedu minta pulang
Biar hanya untuk sekedar menyalakan
lilin di atas pusara neneknya
Tuan, kenapa kaupilih Gadis Pemimpi
ini?
Dunia terlalu luas
Nanti tiba saatnya
Seperti Faust menjual nyawanya pada
Mephistopheles,
Ia pun akan serahkan semua padamu
Tubuh dan nyawanya
Dengan kedua tangan dan senyum di
bibirnya
YK, 29 Oktober 2012
KELIMA INDRAKU
Suatu ketika, bidadari mandi di sungai seorang diri. Setelah mandi ia
menyadari selendangnya telah hilang. Ia tak berani menuduh bahwa ada yang
mencurinya karena di sana tak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri. Betapa
gusar ia. Lewatlah seorang pemuda dan menawarkan bantuan. Ia ingin membantu si
makhluk kahyangan malang itu untuk menemukan kembali selendangnya. Namun dengan
syarat, budinya harus dibalas dengan mengajarkannya caranya terbang. Selendang
berhasil ditemukan, ternyata dibawa arus sungai ke hilir. Sesuai perjanjian, si
bidadari mengabulkan permohonan si pemuda. Tapi selendang itu hanya ada satu,
maka mau tak mau mereka harus menggunakannya bersama-sama. Semakin tinggi ke
langit, angin yang berhembus pun semakin kencang, maka mereka semakin erat
berpelukan. Sampai tiba di kahyangan, si pemuda bingung caranya pulang kembali
ke bumi. Sang bidadari meminjamkan selendangnya yang satu-satunya itu kepada si
pemuda supaya ia bisa pulang dengan selamat. Resikonya, setiap kali sang bidadari
ingin pergi ke bumi, ke sungai favoritnya itu, sang pemuda harus menjemputnya,
karena selendang itu adalah satu-satunya kendaraannya. Begitu pula kalau sang
bidadari ingin kembali ke kahyangan, si pemuda harus mengantarkannya.
Tebak saja, apa yang terjadi selanjutnya…
Kata orang, yang pertama mata. Tapi
ini dimulai dari kulit, karena di sanalah letak indraku yang paling kuat.
Kulitnya selalu hangat, mencairkan (ia berasal dari negeri matahari, aku dari
negeri awan). Epidermi kami saling mendesak, mengoyak-ngoyakkan rambut-rambut
halus di permukaan, sampai menuntut ke otot, lagi-lagi rasanya hangat. Siapakah
di dunia ini yang akan menolak kehangatan? Justru yang datang dahaga dan
kerinduan yang menuntut untuk ditebus, dipuaskan.
Kekasihku adalah seorang pujangga. Ia
tak butuh kata-kata untuk bersastra. Ia cukup menatapku, lalu rasanya seperti
melampaui cakrawala imajinasi Kahlil Gibran. Kekasihku, ia bukan saja pujangga,
tetapi juga penari. Ia menari bersama lidahku, tarian dahaga. Sesekali indraku
yang lain menangkap aroma tembakau dari napasnya yang berat dan menjerat, yang
memanggil-manggil supaya napasku menyatu ke dasar raganya, jauh ke suatu tempat
di dalam dirinya. Indraku yang lain haus akan suaranya dari pangkal
tenggorokan. Keseluruhanku merindukannya, bahkan sebelum ia keluar dari
keberadaannya dalam laring.
Sekarang ia menguasai seluruh indraku.
Aku tak berdaya. Aku berharap bisa melarikan diri lewat indra ke enamku. Tapi
sial, aku terlahir normal—bahkan bidadari pun hanya memiliki lima indra. Kini
agamaku adalah cinta, dan tuhanku adalah kekasihku. Aku hanyut dalam sistem
patriarkhi ini, aku tak peduli.
Dan aku sekarat, jatuh cinta padanya.
Meskipun ia akan segera pergi, meninggalkan dunia yang fana ini. Aku tidak
bersedih, karena ia tidak pergi untuk sebuah moksa—ia harus menebus dosa yang
telah kami berdua perbuat, sekalipun dosa itu terasa sangat manis. Dan bukan dosa namanya kalau tidak nikmat.
Kekasihku, pujanggaku, penariku.
Raganya akan mati, terkubur bersama suratku ini. Tapi aku berbahagia, karena ia
akan bereinkarnasi, menjadi seorang Buddha. Ia seperti apel: jatuh, mati dan
bilamana tiba saatnya, akan mengeluarkan tunas sepuluh kali lipat.
Aku ingin ia tahu, doaku selalu
menyertai.
YK, 19 November 2012
Senin, 12 November 2012
Masa muda
Sebagai orang muda, terus terang saya sangat bangga.
Dan hanya satu titik jaraknya untuk bergeser ke sombong. Banyak hal bisa saya
lakukan untuk mengukir kisah masa muda saya, yang mana setan pun tahu, hanya
terjadi sekali.
Setiap hari bagi saya adalah adegan sejarah, seolah
saya akan mengukirnya pada batu cadas yang akan bertahan sebagai artefak untuk
berjuta-juta tahun yang akan datang. Tapi tidak juga, maksud saya tidak selalu
seperti itu. Sering kali saya tidak menyadari terjadinya kehidupan itu, saking
saya terlalu terlibat di dalamnya. Lalu akan datang hari-hari di mana saya
berhenti sejenak untuk menoleh ke belakang, lalu saya akan berkata, “Wah, saya
sudah banyak berbuat salah” atau “Oke, sepertinya saya sudah terlalu banyak
membuang-buang waktu” atau begitu pula jika saya berbuat baik.
Dan saya dalam cerita kali ini, Dreamers sekalian, mau menyimpulkan apa yang saya alami sebagai
orang muda. Yaitu bahwa jika kita hanya tahu MASA MUDA ADALAH MASA YANG BAHAGIA
tanpa menyadari makna yang sebenarnya di balik kalimat itu, maka tidak akan
banyak arti yang kita tabung untuk dikenang di hari kelak. Begitu pun, tidak
banyak manfaat yang dapat kita jadikan garam untuk hari dewasa kita nanti.
Maksud saya, ada baiknya kalau kita, sebagai orang muda, juga menyadari dan
memaknai kemasamudaan kita itu sendiri agar menjadi lebih berarti.
1.
Masanya bermimpi.
Rugi besar
kalau hidup tanpa mimpi. Kapan seseorang suka bermimpi? Ya, sejak kecil. Tapi
pada masa mudalah mimpi seseorang menjadi matang. Setiap orang muda suka
menghayal, melamun, berfantasi, dan hal-hal lain yang sejenis. Mereka
mengimpikan apa pun yang mereka lihat dalam film, mereka baca di buku, mereka
lihat di foto, atau yang mereka dengar dari cerita orang lain. Mereka percaya
bahwa dunia ini luas, penuh harapan dan harapan-harapan itu bisa diwujudkan. Saat
mereka tua, konsep mereka tentang mimpi akan sedikit berubah. Karena itu jangan
tunggu tua untuk mewujudkan mimpi. Masa mudalah saatnya untuk itu! Sukses dan
gagal itu biasa, tapi bukankah dari keduanya itulah muncul pengalaman? Dan
bukankah masa muda adalah masanya mengumpulkan pengalaman? Makanya, dalam
bermimpi jangan takut sukses atau gagal. Just keep on dreaming, DREAMERS!
2.
Masa di mana pencernaan kita masih
lancar.
Percaya atau tidak, ini juga salah satu faktor yang membuat masa muda itu
indah. Kalau memang kamu sekarang ini sedang mengalami gangguan pencernaan, itu
tidak separah kalau sudah tua nanti. Jadi begini, masa muda tidak hanya tentang
keadaan psikologis tapi juga keadaan biologis. Bebas keriput itu jelas, belum
beruban juga pastinya, belum rabun tentu saja. Tapi ini hanya apa yang tampak
di luar. Yang terjadi di dalam tak kalah pentingnya. Contohnya pencernaan yang
saya sebut di atas tadi. Seorang remaja muda yang perokok dan peminum masih
bisa buang air sehari sekali, tapi para orang tua belum tentu bisa. Itulah
salah satu yang menjawab penimbunan lemak yang terjadi pada mereka. Selain itu
orang muda masih kuat begadang atau nongkrong sampai jam 3 atau 4 pagi (bahkan
lebih) tapi orang tua? Bukannya mereka tidak ingin, tapi fisik mereka tidak
mengijinkan. Bicara tentang fisik, masa muda adalah tiket kita untuk melakukan
aktivitas apa pun, dalam cuaca apa pun, dalam situasi apa pun. Tapi jangan
pakai untuk aktivitas yang tidak mendatangkan produktivitas ya… Senang dan
sehat membuat panjang umur bukan? Karena itu lakukanlah hal-hal positiv yang
menyenangkan dan menyehatkan. Apalagi kalau bisa mendatangkan rejeki, nilai
plus banget!
3.
Masanya berdebar-debar.
Ini adalah
keadaan psikokogis si muda. Apa-apa berdebar-debar. Ujian berdebar, membuat
kesalahan pun gemetaran, jatuh cinta juga berdebar-debar (biasanya disertai
malu-malu kucing). Berdebar ini adalah gelombang perasaan yang unik dan
menegangkan yang akan menghilang seiring pertambahan usia dan kematangan
psikologis seseorang. Apa manfaatnya? Bagaimana pun, debaran inilah yang
membuat sesuatu lebih ‘bercerita’ dibandingkan kalau berjalan bisa saja tanpa
ada yang men-dag-dig-dug kan. Iya kan? Ngaku aja…
4. Masanya berbuat salah.
Sepertinya tiada hari tanpa berbuat salah. Entah disengaja atau tidak, entah
itu di kelas, di rumah, atau di lingkungan pergaulan. Makanya Lenka bikin lagu
‘Trouble is A Friend’. Seandainya Lenka itu orang tua, patut dipertanyakan masa
muda seperti apa yang ia jalani dulunya sehingga ia telat puber begitu.
Lanjut. Dan dari kesalahan-kesalahan inilah seorang muda belajar untuk
masa depannya. Berbahagialah mereka yang pernah berbuat kesalahan karena
merekalah yang memiliki ‘kisah’. Coba saja renungkan kembali, biasanya kita
hanya mengenang momen-momen di mana kita berbuat kesalahan, yang ‘benar’ justru
sering tidak terekam dalam ingatan. (Dalam poin ini, penulis salah satu
frontwoman, hihihihi…)
5.
Masa mengukir kenangan.
Pada saat
inilah kita mencari sahabat. Bukan berarti waktu tua kita berhenti mencari
sahabat. Tapi seorang yang masih muda biasanya akan mencari sahabat yang
benar-benar akan ia jadikan tempat berbagi, sebagai teman seperjuangan,
menghadapi suka maupun duka. Sedangkan para orang tua biasanya lebih ke mencari
relasi, rekan kerja, atau teman yang kebetulan tergabung dalam komunitas yang
sama. Lalu apa keuntungan dari mencari sahabat? Dan apa hubungannya dengan
mengukir kenangan?
Tentu saja kita akan beroleh sahabat
jika kita mau membuka diri. (Dan dari membuka diri, kita belajar membina jiwa
yang besar.) sahabat di sini, bukan dalam pengertian ‘Friends With Benefit’
lho, tapi sahabat yang benar-benar tulus menerima kita apa adanya. Dan dari
persahabatan itu kita bisa mengalami banyak hal bersama, mengukir banyak cerita
bersama yang mana pastinya lebih seru dibandingkan jika cerita itu hanya kita
seorang diri yang alami.
6.
Masanya melakukan hal-hal konyol.
Yang disebut
pencarian jati diri. Seorang siswa SMA bisa menakalkan dirinya di seantero
sekolah hanya supaya diingat oleh para guru atau terkenal di setiap angkatan.
Tidak apa-apa. Ini salah satu gejala psikologis dan sudah senormalnya begitu. Lagi-lagi demi alasan
mengukir kisah? Ya, itulah istimewanya masa muda. Ada banyak faktor luar dan
dalam (psikologis, biologis, sosiologis) yang mewarnai hari-harinya dan
menambah cerita. Asalkan cerita itu bukan sebuah tragedi, semua telinga pasti
bakal asyik mendengarkan. Karena itu konyol boleh konyol, asalkan tidak
sampai mati konyol.
7.
Masanya tersesat.
Berpetualang
di mana saja. Entah di saat ada uang atau lagi bokek, kalau ada yang mengajak
langsung mengiyakan. Sering mencari tempat-tempat baru, entah itu tempat yang
hanya sekedar dijadikan tempat nongkrong, atau pun tempat tujuan wisata. Yang
penting ada kendaraan, ada bensin, langsung cabut. Kalau tak ada dua-duanya,
sepedaan atau jalan kaki pun mereka mau melakukannya. Ck ck ck, dasar anak
muda….
Masa ini
adalah masanya menantang adrenalin. Banyak aktivitas yang ‘berbahaya’ dilakukan.
Itulah kenapa disebut juga masa muda adalah masa ‘serba ingin tahu’ atau masa
‘serba penasaran’. Tidak ada kata khawatir, malah cenderung nekat. Inilah yang
sering mendatangkan kekhawatiran para ibu. Tapi jika hal yang menantang itu
diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi umum, kenapa tidak? Misalkan olah
raga, dance, travelling, dan sebagainya.
8.
Masanya berproduksi (dan reproduksi, xixixi)
Di saat kita
masih muda, ingatan kita masih sangat kuat dan segar. Itulah sebabnya kita bisa
memikirkan ide-ide yang kreatif dan
inovatif. Kita bisa memikirkan apa yang orang tua tidak terpikirkan. Kita pun
mendapat hak istimewa untuk memasuki suatu komunitas tertentu, misalnya para
pesepakbola atau olahragawan yang biasanya dikenai batas umur tertentu. Jangankan
olahragawan, orang yang melamar di tempat-tempat perniagaan pun dibatasi bagi
yang muda saja, biasanya 23-27!
Karena itu,
sayang sekali kalau masa muda kita hanya kita habiskan untuk kesiangan di atas
kasur. Jika kita belum menyadari motivasi diri, cobalah melihat ke teman yang
sukses, siapa tahu kita terinspirasi olehnya. Kita lalu memiliki motivasi dan
semangat yang serupa. Di sinilah salah satu gunanya teman. Seorang teman tak harus
selalu memotivasi secara langsung, bisa juga dengan cara yang tak terlihat atau
tak terdengar.
9.
Masanya membangkang.
Jangan tanya
lagi. Sadar tidak sadar, kita semua pernah membangkang. Kata orang kalau belum membangkang
belom afdol. Baik terhadap orang tua, kepada guru atau masyarakat sebagai
pencipta nilai dan norma—mana kenal
mereka. Sepertinya aturan mengekang ruang gerak mereka yang mereka harapkan
bisa seluas angan-angan liar mereka.
Maka terciptalah ungkapan itu, aturan ada
untuk dilanggar.
Dan
sepertinya sudah menjadi ‘hak istimewa’ seorang muda untuk hal yang satu ini.
Kalau anak muda membangkang, orang tua maklum (meskipun makan hati), tapi kalau
sesama orang tua membangkang, itu baru ‘angkat alis tinggi-tinggi’. Yah, dan
dengan hal yang kian lama kian terasa sebagai hak ini, anak muda angkuh
karenanya. Bahkan jika tak dikendalikan, ia akan mencamkan itu sebagai nilai
dan norma yang berlaku dalam otaknya. Karena itulah, sebebas-bebasnya sebuah
kebebasan, tetap butuh juga yang namanya aturan. Serius…
10. Dan yang paling penting adalah masa muda adalah masanya jatuh cinta
Saat yang
paling membahagiakan adalah ketika hati si muda sedang ditumbuhi benih-benih
cinta. Daya hayalnya bisa 3 x lebih aktiv dari sebelumnya. Semangatnya
berkobar-kobar dan terkadang tersenyum-senyum sendiri. Jatuh cinta bisa membuat
mereka berubah, menjadi lebih dewasa atau bisa juga jadi lebih kekanak-kanakan.
Mereka bisa melakukan hal terkonyol atau bahkan tergila saat mereka sedang
jatuh cinta. Dan inilah alasan mengapa seorang menjadi muda. Orang tua sekali
pun, jika ia sedang jatuh cinta, akan berkata pada dirinya sendiri, “Serasa
muda kembali!”
Ah, alangkah
indahnya menjadi anak muda….
Langganan:
Postingan (Atom)