Hari itu saya sedang
menghadiri sebuah acara di auditorium sebuah universitas yang cukup ternama. Saya
salah satu mahasiswa yang duduk di antara ribuan mahasiswa lainnya yang datang
untuk menyaksikan sebuah roadshow pendidikan. Saat tiba acara pentas seni, di
panggung muncul dua orang, laki-laki dan perempuan. Dari tampilan mereka, jelas
mereka akan membawakan tarian Saman yang legendaris itu. Mereka duduk bersimpu
agak ke pinggir panggung, dengan posisi tubuh mengesampingi penonton. Betapa
tak tahan hati saya ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya—ini kali
pertama saya menonton tari Saman secara live.
Dua orang tadi
menyanyikan syair dalam bahasa Aceh dan lagunya agak bernuansa islami. Seni
betul. Budaya dan agama memang bisa bersatu untuk menghasilkan karya seni. Hampir
merinding saya. Belum semua bulu kuduk saya berdiri, sejurus kemudian keluarlah
sembilan perempuan, dalam pakaian tradisional yang berwarna mencolok, mengambil
tempat bersimpuh di tengah-tengah panggung, menghadap kami. Mereka pun mulai
menari diiringi deburan tamborin dan syair lagu yang dibawa oleh si ‘sinden’
perempuan. Gerakan mereka sesuai dengan lagu dan musik, makin lama makin cepat,
dan jika ada isyarat melambat dari pemusik, mereka pun ikut melambat. Sangat
harmonis dan makin lama tak puasnya saya menikmati. Apalagi kalau mereka
menepuk tangan mereka dengan sangat cepat, seolah tangan-tangan itu
berkejar-kejaran dari lantai, ke paha, ke dada, ke udara… alamak, indahnyo!
Ternyata doa saya
terjawab. Tak sampai di sini saja pertunjukkan mereka karena berapa lama
kemudian muncul lima orang laki-laki dari belakang panggung dan mengambil
tempat duduk di tengah sembilan perempuan tadi yang telah membagi kelompoknya
menjadi dua sel, satu di kiri, lainnya di kanan. Lima laki-laki ini, dari
tampangnya saja, jelas mereka bukan orang asli sini. Wajah dan rambut mereka
lebih tegas, tetapi dengan senyum lebar di masing-masing wajah, seolah ingin
menyatu dengan penonton. Tepuk tangan meriah kembali menyambut. Di saat mereka
menunjukkan kebolehan mereka sebagai anak muda kreatif dan cinta budaya, bulu
kuduk saya sudah tak mau tidur lagi. Mereka tak hanya jago menepuk tangan
dengan tempo yang cepat, tapi juga melambai-lambaikan leher mereka sehingga
kepala mereka menggelantung di atas lantai dengan rambut yang ikut berayun,
menambah seninya pertunjukkan itu. Tak ada satu tepukan pun yang cacat atau
keluar dari garis ritme (emangnya tepuk pramuka?). Sumpah sempurna. Di saat
rasa bangga saya akan hasanah budaya Indoesia memuncak, tepat di saat itulah
sebuah suara dari balik punggung saya meruntuhkan semua kekaguman saya tadi.
Begini katanya, hanya dua kata, “Iiiiihhh….Lucuuuu…” Jelas suara ini milik
seorang makhluk berjenis kelamin perempuan.
HAAAAHHH???
“Iiiiihhh….Lucuuuu…”??????????? Anda sedang menonton sebuah masterpiece
budaya dan kometar Anda adalah “Iiiiihhh….Lucuuuu…”?????????? Ingin rasanya saya berbalik dan
memberikan suatu tatapan seperti ‘Halooooo, Mahasiswa!!!’ padanya, tapi saya
memilih untuk diam saja. Saya begitu marah sampai konsentrasi saya sempat buyar
menonton Tarian Saman yang masih berlangsung. Perempuan ini, perempuan
mahasiswa ini, dia pikir dia sedang menonton salah satu konser murahan
Cherrybelle apa??? Atau K-POP atau apalah itu namanya… Saya tidak mengerti, dan
masih menjadi tanda tanya besar bagi saya, BAGIAN MANANYA DARI TARIAN SAMAN INI
YANG IA SEBUT SEBAGAI ‘LUCU’?
Well, yang ingin saya katakan
adalah, tidakkah kalian bangga dengan budaya kita? Kalau bukan kita yang mengapresiasi
lalu siapa lagi? Apakah tunggu budaya kita dicuri orang dulu, baru kita merasa
memiliki budaya tersebut? Bagaimana kita bisa memperkenalkan budaya kita pada
orang di luar Indonesia kalau kita saja tidak mengenal budaya kita sendiri?
Lebih parah lagi kalau kita mengenalinya, tapi tidak mengindahkannya?? Salah
satu contohnya dengan berkomentar “Iiiiihhh….Lucuuuu…” Tidak ada nilai
apresiatif apalagi edukatif dari kalimat ini!!! Apa coba maksudnya? Haloooo,
sadarkah Anda, Anda sedang menonton salah satu warisan budaya yang diakui dunia
dan dilindungi UNESCO? Tidakkah seharusnya Anda mengungkapkan sesuatu yang
menyatakan kebanggaan, daripada sekedar berkomentar “Iiiiihhh….Lucuuuu…” ????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar