Kau jilati semua senyum, kemudian
dengan rakus
Kau kunyah telan semua pujian, tapi
tak pernah bersendawa
Pantatmu basah penuh liur karena
sering dijilat
Kebodohanmu kau selubungi dengan
jubah keegoisan
Sebenarnya keangkuhanmu yang
tinggi adalah menara garam
Umurmu tidak akan lebih panjang
dari kembang api
Kau adalah representasi sempurna
dari masyarakat strukturalis dengan pemikiran abad pertengahan
Kau tidak diciptakan untuk bertahan
dalam pluralitas
Matamu yang cacat tak bisa
menggradasi warna
Kau melempem dengar kritikan
Sedangkan otakmu adalah el nino
yang abadi
Pasar loak adalah bangku
universitasmu
Tidak heran kau gampang dibeli,
gampang rusak, segera dibuang
Kau bagian dari masyarakat dengan
budaya polos
Hidup dalam keteriramaan dengan memori linear masa lalu
Karena itu kau akan diseret kembali
ke zaman rodi dan romusha
Karena di situlah kau seharusnya
berada
Sangat memalukan bahwa kita lahir
dari tanah yang sama
Tapi kau hanya akan tumbuh bagai
benalu
Hingga kemarau datang dan kau
mengering sampai ke akar
Bersama kotoran hewan dan
rerumputan kering yang lain
Di sanalah kau terkapar untuk
menyuburkan orang lain
Hanya dirimu diikat pakai dasi,
diseret ke bawah tumit sepatu orang lain
Dan yang paling disayangkan adalah
kau tidak pernah sadari semuanya itu
Sampai tiba waktunya di mana sudah
terlalu terlambat untuk melakukan apa-apa
Saat itulah dengan malu kau
bergumam pada bayanganmu sendiri,
“Sayalah yang dimaksud dalam puisi
perempuan gila itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar