Buku terbitan 2015 ini bukanlah
sebuah novel atau roman, tetapi juga bukan sebuah buku ilmiah. Jangan heran
kalau Gilbert banyak bercerita anekdot pribadi maupun anekdot orang lain, mulai
dari yang tokoh kuncara sampai yang hanya dikenal oleh Gilbert pribadi. Gaya penceritaannya
pun jadi bertele-tele dan repetitif. Namun saya pribadi tidak terganggu oleh
itu, karena setiap kali dia mengulang topik yang sama dengan gaya bahasa dan becerita
yang berbeda, saya merasa dipinjamkan lensa baru. Saya akhirnya melihat sebuah bidang
yang sama dengan sudut teropong yang berbeda-beda dan ini memperkaya dimensi berpikir
saya dan intensitas saya memandang
sesuatu.
Big Magic diimplisitkan dalam beberapa keping puzzle: Keberanian; Pesona; Ijin; Ketekunan; Kepercayaan; dan Transedensi. (Saya sengaja sebut keping puzzle karena tanpa salah satu keping, Big Magic belum memiliki konstruksi yang utuh.)
Big Magic diimplisitkan dalam beberapa keping puzzle: Keberanian; Pesona; Ijin; Ketekunan; Kepercayaan; dan Transedensi. (Saya sengaja sebut keping puzzle karena tanpa salah satu keping, Big Magic belum memiliki konstruksi yang utuh.)
Gilbert percaya bahwa jagad raya
sudah mengatur sebuah permainan dengan setiap insan di bumi. Nama permainan
itu adalah: Temukan Batu Permata Dalam Dirimu!
„Jauh di dalam diri kita semua, sang Jagad Raya menyembunyikan batu-batu permata yang masih belum diketahui lantas dia berjalan mundur selangkah untuk melihat apakah kita dapat menemukan permata-permata itu.“ tulis Gilbert. Perburuan untuk mencari perhiasan itu – itulah yang disebut kehidupan kreatif. Keberanian untuk pergi berburu permata itu saja sudah membedakan kehidupan yang biasa dari kehidupan yang lebih ajaib. Hasil yang sering mengejutkan dari perburuan ini adalah apa yang saya sebut sebagai Big Magic.“
Buku ini
bukanlah jalan pintas untuk menjadi sekreatif Leonardo DaVinci atau se-magic
J.K. Rowling. Kebanyakan isi buku ini
adalah rampungan kreatif Gilbert sendiri, sangat autentis dan memang konsep
penuturannya tidak mau sama dengan desertasi doktorat. Sekalipun begitu banyak kata-katanya
yang klik dengan pengamatan dan pengalaman pribadi saya. Dalam kapitel Keberanian misalnya,
Gilbert ingin berbagi tentang bagaimana rasa takut telah menyihir jiwa
kreatifnya menjadi tidak berdaya seperti berudu yang tidak bisa berpikir; tidak
bisa menyanyi; tidak bisa menulis cerita; apalagi melukis, tetapi ada satu yang
dia paling bisa: berenang terbirit-birit karena ketakutaan begitu ada bayangan melintas di atas air. Gilbert tahu
persis, keberanian adalah inang bagi rasa penasaran. Dan ketakutan adalah
eutanasia untuk kreatifitas. Zona nyaman adalah a big no go untuk kehidupan yang kreatif.
Bagian favorit saya dalam klimaks kapitel ini adalah ketika Gilbert memberi saran untuk memberi rasa takut kita sebuah ruang untuk bernapas. Jadi membunuh rasa takut juga sebenarnya bukan solusi yang sehat. Karena rasa takut muncul sebagai mekanisme untuk bertahan hidup.
Kapitel Ketekunan meminjamkan
pengalaman pribadi Gilbert dalam karier menulisnya. Dia bercerita tentang
bagaimana berhadapan dengan masalah finansial dan penerbit. Pemikiran cemerlang
Gilbert di mata saya adalah ketika dia menegaskan: kehidupan kreatifmu tidak
bertanggung jawab untuk memberi makan perutmu. Kamulah yang justru bertanggung
jawab untuk mengongkos kreatifitasmu. Cerita ini terinspirasi dari pengamatan
Gilbert terhadap banyak seniman yang depresi dan jadi gelandangan karena
tulisan/lukisan/lagu mereka tidak cukup laku untuk membayar uang kos dan warteg.
Gilbert mengaku (sama seperti J.K. Rowling yang menulis Harry Potter di saat
istirahat kerjanya) masih memiliki pekerjaan tetap saat sudah jadi penulis
karena dia tidak ingin membebani hobi menulisnya dengan rekening-rekeningnya. Bagian favorit saya dalam klimaks kapitel ini adalah ketika Gilbert memberi saran untuk memberi rasa takut kita sebuah ruang untuk bernapas. Jadi membunuh rasa takut juga sebenarnya bukan solusi yang sehat. Karena rasa takut muncul sebagai mekanisme untuk bertahan hidup.
Sekali lagi saya tegaskan, buku
ini bukanlah Handbook, melainkan lebih ke arah self-help. Membaca
buku ini jangan berharap akan menemukan instruksi bagaimana menjadi penulis
yang sukses, melainkan bagaimana kamu memandang kreativitas dalam skala yang holistik.
Menyeluruh. Jika kita mau menelaah maksud implisit sang penulis, kita justru
akan dibuat terpesona oleh inspirasinya. Jangan baca buku ini kalau punya mental
harap gampang: Gilbert tidak memberi kita ikan karena kita lapar, melainkan
memberi pancing dan mata kail.
Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar