Jumat, 28 Oktober 2016

Apakah saya seorang Scanner Atau Diver? (Part I)

Ketika kecil saya suka melukis. Karena melihat bakat menggambar saya, ibu saya membelikan cat air dan perlengkapannya. Saya bahkan sempat memenangkan lomba melukis tingkat kabupaten. Tidak lama kemudian saya jatuh cinta dengan menjahit. Lagi-lagi terinspirasi dari ibu saya yang dulu sempat menekuni bidang garmen. Saya sempat menjahit pakaian Barbie, membuat sebuah boneka dan menempel nama saya di bantal kepala. Di saat yang bersamaan saya suka menggunting-gunting kertas, melipat, membuat hiasan, tempat pensil atau apa pun itu. Singkatnya basteln (bahasa Jerman untuk aktivitas menggunting-melipat-menempel). Kalau Anda punya anak putri seperti ini bayangkan seperti apa rumahnya? Berantakan. Jelas.

Ibu saya sering marah-marah karena sebelum menyelesaikan satu “proyek”, saya sudah membanjiri diri saya dengan “proyek” lainnya. Belum selesai melukis, saya masuk kamar dan gunting majalah sana-sini.  Belum kelar rajutan saya, saya sudah minta bantuan ibu saya untuk mengajarkan saya nyanyi. Oh ya, by the way ibu saya pintar nyanyi. Sebenarnya sih dia bisa banyak hal—dengan sangat professional malah— dan “sayangnya” saya mewarisi itu. Tapi ibu saya tidak memahami kenapa saya suka tidak tuntas mengerjakan sesuatu. Dia selalu bilang, “Mona, kamu itu tidak telaten.” Dan karena alasan ini, beliau pernah bilang, “Kalau saya ajarkan kau nyanyi, nanti baru sampai nada mi kau sudah bosan. Kalau mau belajar sama mama harus tuntas, tidak main bosan-bosanan!”  Mama saya bukannya sedang jahat, dia hanya sedang bingung saja—layaknya orang tua “normal”—barangkali pikirnya “Ini anak kalau tipenya begini, jangan-jangan sekolah pun tidak akan tuntas.” Itulah sebagian gambaran masa kecil saya. Saya punya beraneka ragam hobi. Mulai dari indoor (basteln) sampai outdoor: memanjat pohon, menangkap kupu-kupu, jalan-jalan ke hutan, memancing… Saya sampai tidak bisa bilang, saya suka mana lebih daripada yang mana.

Hobi adalah benih dari cita-cita. Karena sejak kecil gemar membaca buku, saya sangat ingin menjadi penulis buku. Tapi cita-cita pertama saya justru menjadi pembaca berita. Masih ingat Desi Anwar? Ya, yang itu, acara berita Nuansa Pagi! Siapa yang tidak ingat kharismanya saat membaca berita. Saya dan sang ayah yang tidak pernah alpa setiap pagi menonton acara di RCTI itu, sangat memuja pesona smart ala Desi Anwar, sampai-sampai sang ayah sempat sangat berharap saya menjadi seperti sang bintang jurnalistik idola. Di masa sekolah dasar saya tiba-tiba ingin menjadi polwan, lalu pernah ingin jadi dokter… bahkan astronot, yang mana sempat menjadi karya lukis saya. Hhh, saya sendiri kadang pusing jadi pribadi yang banyak maunya.

Sampai di sini kalian akan mulai mengambil satu kesimpulan sederhana: saya orang yang tidak fokus terhadap satu hal, saya tidak konsisten, tidak komitmen, saya suka mengganti-ganti. Tapi saya mendefinisikan diri saya dalam kosakata yang nadanya positif: saya hetero, saya adalah garis zig zag, saya dinamis, saya tidak statis, saya eksploratif, saya adaptif, saya fleksibel terhadap perubahan, saya kreatif, variatif, saya lebih dari 50 gradasi abu-abu—bukan berarti saya tidak pegang prinsip. Prinsip saya itu tadi: mobilitas. Tapi jujur saja, saya terang-terangan akan menjauhi rutinitas, menghindari monotonitas dengan alasan itu penjara, perangkap atau takdir.

Secara kebetulan saya membaca di internet sebuah referensi buku psikologi yang ditulis oleh Barbara Sher, “Refuse To Choose” (2006). Buku ini memperkuat keyakinan saya bahwa saya bukannya “tidak normal”, saya hanyalah spesies yang belum dideteksi oleh dunia. Jadi, dalam buku ini, Sher membagi jenis manusia ke dalam jenis The Divers dan The Scanners. Penjelasannya seperti di bawah ini.

The Divers
The Divers adalah tipe yang perfeksionis. Ciri mereka bisa dijumpai pada para musisi, ilmuwan, atlet, penari, programmer. Seperti arti namanya, Penyelam, mereka akan menyelam sampai ke dasar, hingga menemukan keutuhan dari bidang yang mereka tekuni. Mereka ulet, setia, tekun di suatu bidang yang sama, hingga kemampuan mereka di bidang itu tajam terasah. Mereka adalah expert di bidang tertentu dan tidak akan puas jika hanya disuguhkan “permukaan” saja. Mereka terkadang juga hanya memiliki satu atau dua long-life hobi yang mana mereka jalankan dengan telaten. Menurut Sher, mayoritas populasi di dunia adalah tipe Divers.

The Scanners
“To scanners, the world is like a big candy store full of fascinating opportunities, and all they want is to reach out and stuff their pockets. It sounds wonderful, doesn’t it? The problem is, Scanners are starving in the candy store.” tulis Barbara dalam situs http://www.getmotivation.com/articlelib/articles/barbara_sher_scanner.html Terkait dengan tema ini, sebuah situs pernah memaparkan, Scanners tidak takut gagal, Scanners hanya takut bosan. Mereka mencoba ini itu, layaknya si tukang cemil: banyak makan tapi tidak akan merasa kenyang yang sesungguhnya.

Profesi The scanners biasanya pustakawan, filmmakers, guru, manajer, dsj. Jika kita bandingkan terhadap Divers, Scanners cenderung menyentuh sesuatu di permukaan saja. Mereka menyukai banyak hal, bahkan dalam waktu yang bersamaan. Mereka tidak pernah takut mencoba, justru mereka takut untuk tidak mencoba hal baru. Kenapa? Mereka takut missing all that fun!

Jika kamu hampir selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan "Ya", kamu bisa masuk dalam golongan The Scanners.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar